Syi’ah Rafidhah (Seri 1-Menyorot Pesta Duka Hari Asyuraa)

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Tiada yang berhak diibadati kecuali Dia semata. Yang telah mengutus para rasul dan menurunkan kitab-kitab demi kebahagian manusia di dunia dan di akhirat kelak. Dia-lah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, oleh sebab itu Allah mengharamkan kita menyiksa diri dan menyakitinya.

Shalawat beserta salam kita ucapkan untuk arwah Nabi kita Muhammad shallallahu ’alahi wa sallam, Nabi pembawa rahmat untuk seluruh alam. Nabi yang amat mencintai umatnya, maka terasa berat bagi beliau bila ada suatu urusan yang menyulitkan umat ini.

Semoga selawat juga terlimpah buat keluarga serta para sahabat beliau dan orang-orang yang berjalan diatas jalan mereka sampai hari kemudian.

Para pembaca yang kami muliakan, pada kesempatan kali ini kami mengajak para pembaca untuk menyimpak berbagai keyakinan sesat Syi’ah Rafidhah tentang pesta duka di bumi karbala yang mereka peringati setiap tanggal sepuluh Muharram (hari ‘Asyuraa). Mereka melakukan berbagai bentuk penyiksaan diri dengan benda-benda tajam, sepeti rantai besi, pedang, cambuk, dan lain lain. Hal itu mereka yakini sebagai bukti cinta mereka kepada Ahlu Bait (Keluarga Rasul shallallahu ‘alahi wa sallam). Yang  diaplikasikan dalam bentuk kesedihan dan kekecewaan mereka atas terbunuhnya cucu Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam Al Husein radhiallahu ‘anhu di tempat tersebut.

Pada tanggal sepuluh Muharram (hari Asyuraa) orang-orang Syi’ah Rafidhah meyakini sebagai hari sial dan membawa celaka. Maka oleh sebab itu mereka mulai dari awal bulan Muharram bahkan selama sebulan mereka tidak melakukan hal-hal penting dalamnya, seperti tidak berpergian, tidak melakukan pernikahan, tidak berhias, tidak memakai pakaian yang bagus, tidak memakan makanan yang enak, dll. Anak yang lahir di bulan Muharram adalah anak yang bernasib sial menurut keyakinan mereka orang-orang Syi’ah Rafidhah.

Secara khusus di hari Asyuraa mereka melakukan ritual yang amat mengerikan dengan menyiksa diri dengan benda-benda keras dan tajam. Hal tersebut dirangsang dengan mendengarkan syair-syair kisah terbunuhnya Husain bin Ali shallallahu ‘alahi wa sallam di padang Karbala yang dikarang sendiri oleh tokoh-tokoh Syi’ah Rafidhah. Kisah tersebut dibumbui dengan berbagai kebohongan serta cacian terhadap para sahabat. Sehingga hal tersebut memancing untuk timbulnya emosional kesedihan serta melakukan penyiksaan diri.

Jika para pembaca kurang yakin silakan saksikan pada hari Asyuraa apa yang sedang berlangsung di padang karbala. Mereka berdatangan kesana dari berbagai negri dan negara. Di sana mereka hadir dengan pakain serba putih, sambil bergoyang secara pelan-pelan dan mengucapkan kalimat: haidar, haidar, sebilah pedang diayun-ayunkan kesalah satu bagian tubuh secara perlahan, kemudian tubuh mereka bersimbah darah. Perayaan duka di Karbala lebih dikenal dikalangan Syi’ah Rafidhah dengan sebutan ritual al husainiyah.

Penyiksaan diri pada tanggal sepuluh Muharram tersebut tidak hanya terbatas dilakukan di bumi Karbala, tetapi juga dilakukan oleh komunitas Rafidhah di berbagai negri dan negara lainnya. Karena menurut mereka kegiatan penyiksaan diri pada sepuluh Muharram tersebut memilki nilai ibadah yang cukup tinggi sebagaimana diungkapkan oleh imam-imam mereka.

Menurut Syi’ah Rafidhah padang Karbala jauh lebih mulia dari pada kota Suci Makkah.

Menurut riwayat-riwayat dalam kitab-kitab adalah lebih suci dari kota suci Makkah.

Disebutkan dalam sebuah riwayat Syi’ah Rafidhah, “Allah akan menjadikan Karbala sebagai pusat dan tempat berkumpul para malaikat dan orang-orang mukmin (Rafidhah). Ia akan memiliki kemulian, akan tersebar padanya berbagai keberkahan. Seandainya seseorang berdoa disana kepada Rabb-nya, nicaya Allah akan memberikan dengan satu doa saja seribu kali lipat kerajaan dunia. Berbagai tempat di bumi saling berbangga, Ka’bah yang di tanah haram berbangga diatas Karbala. Maka Allah wahyukan kepadanya: Wahai Ka’bah tanah haram diamlah engkau! Jangan engkau berbangga diatas Karbala! Sesungguhnya dia bumi yang penuh berkah.”

Demikian sebuah riwat palsu yang disebutkan dalam kitab Syi’ah Bihaarul Anwaar, jilid: 53, hal: 12, riwayat no: 1, bab: 28.

Dalam riwayat Syi’ah Rafidhah yang lain disebutkan, “Allah telah menciptakan padang Karbala sebelum menciptakan bumi Ka’bah (kota suci Makkah) selama dua puluh empat ribu tahun. Ia (Karbala) telah suci dan berkah sebelum penciptan para makhluk. Ia senantiasa demikian sampai Allah jadikan ia sebagai tempat yang paling afdhal (mulia) di dalam surga.”

Riwayat dusta ini berulang kali terdapat dalam berbagai kitab-kitab pegangan orang-orang Syi’ah Rafidhah. Lihat Bihaarul Anwaar, jilid: 57, hal: 202, riwayat: 147, bab: 1. dan Attahziib, jilid: 6, hal: 72, riwayat: 6. erta Al Wasaail, jilid: jilid: 14, bab: 68, hal: 513-516, riwayat: 19719-19723.

Bukti kebohongan dan kebatilan riwayat-riwayat di atas amat jelas bagi setiap muslim yang awam sekalipun.

Sebab mereka amat yakin dengan firman Allah yang berbunyi,

{إِنَّ أَوَّلَ بَيْتٍ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِي بِبَكَّةَ مُبَارَكًا وَهُدًى لِلْعَالَمِين} [آل عمران/96]

Sesungguhnya rumah (suci) yang pertama sekali diletakan dimuka bumi untuk manusia adalah yang terdapart di kota Makkah, yang diberkati dan sebagai petunjuk bagi manusia.”

Dalam ayat ini Allah jelaskan bahwa Ka’bah adalah rumah ibadah yang pertama kali dibangun di muka bumi. Dan ia adalah tempat yang penuh berkah. Beribadah di masjidil haram memiliki keutamaan yang jauh lebih besar dari seluruh masjid mana pun di muka bumi.

Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam yang berbunyi,

عن أبي هريرة قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ((صلاة في مسجدي هذا أفضل من ألف صلاة فيما سواه إلا المسجد الحرام)) رواه البخاري ومسلم.

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu ia berkata, “Telah bersabda rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam: shalat di masjidku ini lebih baik dari selainya seribu kali lipat kecuali Majidil Haram [1].”

Dalam hadits lain Rasulullah tegaskan bahwa dilarang melakukan perjalanan dalam mencari tempat yang lebih afdhal untuk beribadah kecuali pada tiga masjid. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam,

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أنّ النَّبِيّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَال:َ(( لَا تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلَّا إِلَى ثَلَاثَةِ مَسَاجِدَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَمَسْجِدِ الرَّسُولِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَسْجِدِ الْأَقْصَى)) رواه البخاري.

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda, “Tidak boleh melakukan perjalanan (untuk beribadah di suatu tempat) kecuali kepada tiga masjid; masjidil haram, manjid Rasul shallallahu ‘alahi wa sallam dan masjidil aqsha[2].”

Semua muslim yakin dan percaya bahwa Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam adalah manusia yang paling mulia dihadapan Allah. Namun tidak ada satu nash pun yang menyebutkan bahwa beribadah di kuburan beliau lebih utama dari pada Masjidil Haram atau masjid beliau di Madinah atau Masjidil Aqsha di Palestina. Bahkan yang ada justru sebaliknya, beliau melarang menjadikan kuburan beliau sebagai tempat perayaan atau sebagai tempat yang dikunjungi dalam waktu-waktu tertentu.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ((وَلَا تَجْعَلُوا قَبْرِي عِيدًا وَصَلُّوا عَلَيَّ فَإِنَّ صَلَاتَكُمْ تَبْلُغُنِي حَيْثُ كُنْتُم)) رواه أحمد وأبو داود.

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu ia berkata telah bersabda Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam, “Dan janganlah kalian jadikan kuburanku sebagai tempat ‘id (di kunjungi pada waktu-waktu khusus), dan berselawatlah kepadaku. Sesungguhnya selawat kalian akan sampai kepadaku dimanapun saja kalian berada[3].”

Bahkan Rasulullah melaknat orang yang menjadikan kuburan para nabi atau orang-orang shalih sebagai tempat beribadah,

عن عائشة وابن عباس رضي الله عنهما أن النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قال: ((لَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى الْيَهُودِ وَالنَّصَارَى اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ يُحَذِّرُ مَا صَنَعُوا)).

Dari Aisyah dan Ibnu Abbas keduanya mengatakan bahwa Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda, “Laknat Allah-lah diatas orang-orang Yahudi dan nasrany yang menjadikan kuburan nabi-nabi mereka sebagai tempat ibadah. Ia mengingatkan terhadap apa yang mereka lakukan[4].”

Ungkapan para tokoh Syi’ah Rafidhah tentang hukum dan keutamaan pesta duka di hari Asyuraa.

Berikut cuplikan ungkapan para tokoh Syi’ah Rafidhah tentang hukum dan keutamaan pesta duka di hari Asyuraa.

Salah seorang dari tokoh Syi’ah Rafidhah telah menulis buku khusus tentang ritual pada hari ‘Asuraa di Karbala judulnya”Al majalis Al fakhirah fi Ma’aatim Al ‘itrah At Thahirah[5] atau lebih pasnya kitab tersebut di beri judul Manaasik Al Husainiyah.

Disebutkan oleh salah seorang tokoh mereka bahwa ritual penyiksaan diri pada hari Asyura di Karbala awal pertmanya pada abad ke IV Hijriah dimasa dinasti Al-Buwaihy. Kemudian berlanjut pada masa dinasti Al-Fathimiyah sampai sekarang kegiatan tersebut tersebar di negara yang mayoritas terdapat orang-orang Syi’ah Rafidhah. Seperti Iraq, Iran, India, Siria, dan lain lain[6].

Salah  seorang tokoh mereka yang bernama Dr. Abdul Ali menukil dari salah seorang Syeikh mereka bernama Hasan Ad-Dimastaany ungkapan, “Meratap berteriak atas kematian Husain adalah wajib, wajib ‘ainy (wajib atas setiap pribadi) [7].”

Berkata Ayatullah Al-‘Uzma Syeikh Muhammad Husein An-Naaiity, “Tidak ada masalah tentang hukum kebolehan memukul pipi dan dada dengan tangan sampai merah dan menghitam. Dan lebih kuat lagi, boleh memukul pundak dan punggung dengan rantai sampai batas yang disebutkan. Bahkan lebih kuat jika hal itu menyebabkan keluarnya darah. Begitu pula mengeluarkan darah dari kening dan puncak kepala dengan pedang [8].”

Setelah kita menyimak berbagai ungkapan tokoh-tokoh Syi’ah Rafidhah di atas dapat kita ketahui bahwa apa yang dinisbahkan kepada mereka itu benar. Dan bukanlah sebuah isu yang dibuat-buat tentang mereka. Bahkan ada CD tentang pesta duka di Karbala yang dapat anda buktikan sendiri segala apa yang kita kutip diatas.

Bila ungkapan-ungkapan tersebut kita sorot dengan cahaya Alquran dan Sunnah serta keyakinan para ulama salaf. Niscaya kita akan mendapati jurang pemisah yang sangat jauh antara keyakinan orang-orang Syiah Rafidhah dengan keyakinan kaum muslimin yang berpegang teguh kepada Alquran dan Sunnah sesuai dengan pemahaman para ulama salaf.

Bukankah Hamzah paman nabi shallallahu ‘alahi wa sallam adalah sorang syahid yang mati terbunuh di medan perang. Namun Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam tidak pernah menjadikan hari kematiannya sebagai hari berduka dan berkabung. Sebagaimana yang di lakukan orang-orang Syi’ah Rafidhah pada hari kematian Al-Husein radhiallahu ‘anhu.

Bahkan hari kematian para nabi terutama nabi yang paling mulia Muhammad shallallahu ‘alahi wa sallam tidak pernah di perintahkan Allah utuk di jadikan hari berkabung dan berduka, apalagi kematian orang-orang yang jauh kedudukannya dibawah para nabi.
-Bersambung insya Allah

Penulis: Ustadz Dr. Ali Musri Semjan Putra, M.A.
Artikel www.dzikra.com


[1] HR. Bukhary: 1/398 (1133) dan Muslim: 2/1013 (1395).
[2] HR. Bukhari: 1/398 (1132) dan Muslim: 2/1014 (1397)
[3] HR. Ahmad: 2/367 (8790) dan Abu Daud: 2/218 (2042).
[4] HR. Bukhary: 1/168 (425) dan Muslim: 1/377 (531).
[5] Lihta kitab Man Qatalal Husein, hal: 60.
[6] Lihta kitab Man Qatalal Husein, hal: 56.
[7] Lihta kitab Man Qatalal Husein, hal: 65.
[8] Lihta kitab Man Qatalal Husein, hal: 66.

Leave a Reply

Your email address will not be published.