Mewaspadai Budaya-budaya Jahiliyah (03 – Selesai)

Kelima: An-Nau’ yaitu mempercayai bintang.

Diantara kebiasaan orang-orang jahiliyah adalah mempercayai bintang-bintang. Bahkan diantara mereka ada yang menyembah bintang. Mereka meyakini ada bintang-bintang tertentu membawa keberkahan dan ada pula bintang-bintang tertentu membawa kesialan dan bencana. Hal ini sangat mendominasi kehidupan oarng-orang jahiliyah. Sebagimana pula masih diyakini oleh sebagian umat kita tentang bintang-bintang kelahiran. Mereka menggantungkan harapan dengan bintang-bintang tersebut sepeti mencari jodoh, menetukan pekerjaan yang cocok, dan seterusnya. Demikian pula halnya orang yang mengkait-kaitkan hari kelahiran presiden dengan musibah yang melanda indonesia. Juga diantara keyakinan mereka bila ada bintang jatuh (meteor) hal itu pertanda adanya orang penting yang lahir atau meninggal.

عن عبدالله بن عباس قال : أخبرني رجل من أصحاب النبي صلى الله عليه و سلم من الأنصار أنهم بينما هم جلوس ليلة مع رسول الله صلى الله عليه و سلم رمي بنجم فاستنار فقال لهم رسول الله صلى الله عليه و سلم ماذا كنتم تقولون في الجاهلية إذا رمي بمثل هذا ؟ قالوا الله ورسوله أعلم كنا نقول ولد الليلة رجل عظيم ومات رجل عظيم فقال رسول الله صلى الله عليه و سلم فإنها لا يرمى بها لموت أحد ولا لحياته ولكن ربنا تبارك وتعالى اسمه إذا قضى أمرا سبح حملة العرش ثم سبح أهل السماء الذين يلونهم حتى يبلغ التسبيح أهل هذه السماء الدنيا ثم قال الذين يلون حملة العرش لحملة العرش ماذا قال ربكم ؟ فيخبرونهم ماذا قال قال فيستخبر بعض أهل السماوات بعضا حتى يبلغ الخبر هذه السماء الدنيا فتخطف الجن السمع فيقذفون إلى أوليائهم ويرمون به فما جاءوا به على وجهه فهو حق ولكنهم يقرفون فيه ويزيدون.

Dari sahabat Abdullah bin Abbas ia berkata, “Salah seorang sahabat Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam dari kaum Anshar menceritakan padaku. Ketika mereka duduk-duduk bersama Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam pada suatu malam ada bintang (meteor) jatuh memancarkan cahaya.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bertanya kepada mereka, ‘Apa ucapan kalian dimasa jahiliyah ketika ada lemparan (meteor) seperti ini?’ Mereka menjawab, ‘Allah dan Rasul-Nya yang tahu, dulu kami katakan, ‘Dilahirkan pada malam ini seorang yang terhormat dan telah mati seorang yang terhormat.’ Lalu Rasulullah menerangkan, ‘Maka sesunguhnya bintang tersebut tidaklah dilemparkan karena kematian seseorang dan tidak pula karena kelahiran seseorang. Akan tetapi Tuhan kita Tabaaraka wata’ala apabila telah memutuskan sebuah perkara, bertasbihlah para malaikat yang membawa ‘Arasy. Kemudian diikuti oleh para malaikat penghuni langit yang di bawah mereka, sampai tasbih itu kepada para malaikat penghuni langit dunia. Kemudian para malaikat yang dibawah para malaikat pembawa ‘Arasy bertanya kepada para malaikat pembawa ‘Arasy, Apa yang dikatakan Tuhan kita? Lalu mereka memberitahu apa yang dikatakan Tuhan mereka. Maka malaikat penghuni langit dunia saling bertanya pula diantara sesama mereka, sehingga sampai berita tersebut ke langit dunia. Maka para Jin berusaha mencuri dengar, lalu mereka sampaikan kepada wali-walinya (tukang sihir). Sehingga mereka dilempar dengan bintang-bintang tersebut. Berita itu mereka bawa dalam bentuk yang utuh yaitu sebenarnya tetapi mereka campur dengan kebohongan dan mereka tambah-tambah”. (HR. Muslim).

Melalui hadits diatas dapat kita ketahui beberapa hal, diantaranya:

  1. Menerangkan keyakinan orang-orang jahiliyah terhadap bintang-bintang.
  2. Menerangkan kebatilan keyakinan tersebut.
  3. Diantara kegunaan bintang adalah untuk mengusir setan/jin yang berusaha mencuri berita-berita langit.
  4. Tukang sihir, dukun, peramal dan tukang tenung adalah wali-wali setan/jin.
  5. Menerangkan bahwa tukang sihir, dukun, peramal dan tukang tenung tidak mengetahui yang ghaib tetapi atas pemberitahuan setan atau jin.
  6. Haramnya mempercayai tukang sihir, dukun, peramal dan tukang tenung.
  7. Menerangkan bahwa setan atau jin mencampur berita tersebut dengan kebohongan.

Disamping itu orang-orang jahiliyah juga meminta hujan dengan perantara bintang-bintang. Semua hal tersebut diharamkan bagi setiap muslim karena merupakan kesyirikan yang nyata.
Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam,

عن زيد بن خالد الجهني أنه قال : صلى لنا رسول الله صلى الله عليه و سلم صلاة الصبح بالحديبية في إثر سماء كانت من الليل فلما انصرف أقبل على الناس فقال ” هل تدرون ماذا قال ربكم ؟ ” قالوا الله ورسوله أعلم قال ” قال أصبح من عبادي مؤمن بي وكافر فأما من قال مطرنا بفضل الله وبرحمته فذلك مؤمن بي كافر بالكوكب وأما من قال مطرنا بنوء كذا وكذا فذلك كافر بي مؤمن بالكوكب “. رؤاه أبو داود، وقال الشيخ الألباني: صحيح.

Dari Zaid bin Khalid Al Juhany ia berkata, “Kami diimami Rasulullah shalat subuh di Hudaibiyah pada bekas hujan yang turun di malam hari. Tatkala Rasulullah selesai, beliau menghadap kepada para jama’ah, lalu bersabda, ‘Tahukah kalian apa yang telah dikatakan Tuhan kalian?’ Para sahabat menjawab, ‘Allah dan Rasul-Nya yang mengetahui.’ Kata beliau, ‘Tuhan kalian berkata, ‘Pagi ini di antara hamba-Ku ada yang beriman dengan-Ku dan ada pula yang kafir. Orang yang mengatakan: ‘Kita diturunkan hujan berkat karunia Allah dan rahmat-Nya. Maka orang itu beriman dengan-Ku, kafir dengan bintang.’ Adapun Orang yang mengatakan: ‘Kita diturunkan hujan berkat bintang ini dan ini. Maka orang itu kafir dengan-Ku, beriman dengan bintang.’” (HR. Abu Daud, Syeikh Al-Albani menganggap hadits ini shahih).

Dalam sabda beliau yang lain disebutkan,

عن أبي مالك الأشعري أن النبي صلى الله عليه و سلم قال: ((أربع في أمتي من أمر الجاهلية لا يتركونهن الفخر في الأحساب والطعن في الأنساب والاستسقاء بالنجوم والنياحة)) رواه مسلم

Dari Abu Malik Al Asy’ari bahwa Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda, “Ada empat hal di tengah umatku dari perkara jahiliyah, mereka sulit untuk meninggalkannya; berbangga dengan keturunan, mencela keturunan orang lain, minta hujan dengan perantaraan bintang-bintang dan meratapi mayat.” (HR. Muslim).

Dalam hadits ini jelas dinyatakan beberapa kebudayaan jahiliyah diantaranya meminta hujan dengan perantara bintang-bintang. Adapun kebudayaan lain yang disebutkan dalam hadits tersebut akan kita jelaskan secara rinci dalam pembahasan berikutnya pada poin ketujuh, kedelapan dan kesembilan.

Oleh sebab itu disebutkan dalam hadits Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam bahwa siapa yang mempelajari ilmu bintang maka sungguhnya ia mempelajari salah satu cabang dari ilmu sihir,

عن ابن عباس رضي الله عنه قال : قال النبي صلى الله عليه و سلم ” من اقتبس علما من النجوم اقتبس شعبة من السحر زاد ما زاد “. قال الشيخ الألباني : حسن

Dari Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhu ia berkata: telah bersabda Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam : “Barang siapa yang mempelajari ilmu nujum, berarti ia telah mempelajari satu cabang dari sihir, senantiasa bertambah selama ia tetap mempelajarinya”. (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah, menurut Syeikh Al Albany hadits ini hasan).

Yang dimaksud ilmu nujum disini adalah ilmu ramal dengan perantara bintang-bintang. Karena bintang memiliki kegunaan dalam hal lain yaitu sebagai penunjuk arah ketika nelayan di laut atau ketika musafir di tengah gurun pasir.
Sebagaimana Allah katakan dalam kitab suci Alqur’an,

{ وَعَلَامَاتٍ وَبِالنَّجْمِ هُمْ يَهْتَدُونَ} [النحل/16]

“Dan (Dia menciptakan) tanda-tanda (penunjuk jalan) dan dengan bintang-bintang mereka peroleh petunjuk (dimalam hari).”

Imam Qatadah menerangkan, “Tujuan diciptakan bintang-bintang ada tiga; untuk hiasan bagi langit, sebagai penunjuk arah ketika di malam hari, untuk mengusir setan yang mencuri berita-berita langit. Barangsiapa yang melewati selain itu, maka ia telah berdusta, telah menghilangkan bagiannya, dan telah berlebih-lebihan untuk mengetahui sesuatau yang ia tidak memiliki ilmu tentangnya”. (lihat Tafsir At Thabary, 17/185).

Syeikh Islam Ibnu Taimiyah menerangkan bahwa bintang yang dijadikan untuk pelempar setan tidak sama dengan bintang yang menjadi penunjuk arah bagi pelaut atau bagi orang yang dalam perjalanan di gurun pasir. Karena bintang yang dijadikan pelempar setan pindah dari tempatnya, tetapi bintang yang menjadi penunjuk arah tetap di tempatnya, Sekalipun semuanya disebut bintang. Sebagaimana penamaan hewan dan binatang yang melata termasuk kedalamnya manusia, binatang ternak, serangga dan lain-lain. (Lihat Majmu’ Al Fatwa, 35/168).

Barangkali bintang yang jadi pelempar setan, biasa kita kenal di negeri kita dengan sebutan meteor. Wallahu A’lam.

Keharaman ilmu nujum yaitu ilmu ramal, mempercayai bintang sebagai dalil untuk kejadian-kejadian di bumi tidak diragukan.
Disebutkan dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam,

من أتى عرافا فسأله عن شيء لم تقبل له صلاة أربعين ليلة. رواه مسلم

“Barangsiapa yang mendatangi tukang tenung (peramal) untuk menanyakan tentang sesuatau, tidak diterima shalatnya selama empat puluh hari.” (HR. Muslim).

Tukang ramal atau tukang tenung mencakup setiap orang mengaku mengetahui hal-hal ghaib yang akan terjadi. Termasuk didalamnya; dukun, ahli bintang, peramal dan lain-lain. (lihat Majmu’ Al Fatwa, 35/173).
Yang anehnya ditengah masyarakat kita mereka digelari dengan orang pintar, untuk mengelabui orang-orang awam. Ini sama dengan menamakan maling dengan polisi.

Keenam: Al Ghuul yaitu mempercayai adanya hantu yang dapat menyesatkan dan mencelakakan manusia dalam perjalannya.

Menurut mereka hantu itu muncul dalam bentuk yang berbeda-beda ketika mereka melewati padang pasir lalu menyesatkan dan mencelakakan mereka. Maka Rasul shallallahu ‘alahi wa sallam menafikan perasangkaan tersebut bukan menafikan keberadaannya. Dimana orang-orang jahiliyah menyakini ia bisa berubah-rubah bentuk dan mencelakakan manusia. Ini termasuk syirik karena takut terhadap sesuatu yang ghaib selain Allah dan mempercayai bisa mendatangkan kemudaratan. (lihat Taisiir Al ‘Aziiz 380, dan Syarah Qashidah Ibnul Qayyim, 2/321).

Oleh sebab itu diantara kebiasaan mereka apabila berhenti atau turun di suatu tempat, mereka mengatakan, “Aku berlindung dari jin penjaga tempat ini dari kenakalan orang-orang bodoh mereka. Maka diantara setan ada yang mencuri barang bawaan mereka. Maka mereka memohon kepada jin di tempat tersebut: kami adalah tetanggamu, maka jin tersebut menyahut dan mengembalikan barang-barang mereka. (lihat Ma’arijul Qabuul, 3/995).

Dalam hal ini Rasulullah mengajarkan kepada kita, jika kita berhenti pada suatau tempat dalam perjalanan hendaklah membaca doa berikut,

((إذا نزل أحدكم منزلا فليقل أَعُوذُ بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّاتِ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ فإنه لا يضره شيء حتى يرتحل منه)) رواه مسلم

“Apabila salah seorang kalian berhenti pada suatu tempat hendaklah dia membaca: Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari kejelekan apa yang telah Dia ciptakan. Maka sesungguhnya ia tidak akan diganggu oleh sesuatupun sampai ia meninggalkan tempat tersebut”. (HR. Muslim)

عن أبي مالك الأشعري أن النبي صلى الله عليه و سلم قال: ((أربع في أمتي من أمر الجاهلية لا يتركونهن الفخر في الأحساب والطعن في الأنساب والاستسقاء بالنجوم والنياحة)) رواه مسلم

Dari Abu Malik Al Asy’ary bahwa Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda: “Ada empat hal di tengah umatku dari perkara jahiliyah, mereka sulit untuk meninggalkannya; berbangga dengan keturunan, mencela keturunan orang lain, minta hujan dengan perantaraan bintang-bintang dan meratapi mayat”. (HR. Muslim)

Dalam hadits Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam di atas ada empat kebiasaan jahiliyah yang amat sulit ditinggalkan oleh sebagian umat ini.

Untuk lebih tertib kita lanjutkan nomor diatas, agar lebih mudah untuk memahaminya dan menghitung kebiasaan orang-orang jahiliah yang bisa dikupas dalam bahasan kita kali ini. Maka nomor urut berikut adalah:

Ketujuh: Membanggakan keturunan.

Diantara kebiasaan orang-orang jahiliyah lagi adalah membanggakan kebaikan dan kelebihan bapak-bapak mereka. Hal ini jelas bertentangan dengan ajaran Islam yang mulia ini. Karena ukuran kemulian dalam Islam bukanlah dengan bentuk yang tampan, wajah yang cantik, harta yang banyak, jabatan yang tinggi, gelar yang melingkar, akan tetapi kemulian seseorang diukur dengan ketaqwaan kepada Allah subhanahu wata’ala.
Sebagaimana firman Allah,

{يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِير} [الحجرات/13]

“Hai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Teliti”. (QS. Al-Hujurat : 13)

Agaknya barometer ini sudah mulai semu dalam pandangan sebagian kita, sehingga sebagian kita memacu kemuliaan di luar jalur ketakwaan. Ketika pandangan masyarakat kita mulai keliru dalam menilai, saat itu tujuan dan haluan hidup mereka mulai berputar. Sehingga berbagai penyelewengan terjadi dalam berbagai lini kehidupan kita. Ada orang yang menggapai kemulian dengan kegantengan dan kecantikan sekalipun mempertontonkan aurat di hadapan manusia. Ada pula yang menggapainya dengan harta sekalipun mendapatkannya dengan cara yang haram. Ada pula yang menggapainya dengan pangkat dan jabatan sekalipun memalsukan dokumen dan menyogok disana-sini. Ada lagi yang menggapainya dengan gelar sekalipun dibeli. Na’udzubllah min dzalik.
Mudah-mudahan dengan adanya saling mengingatkan diantara kita, pandangan tersebut dapat diluruskan kembali. Mari kita capai kemulian dengan ketakwaan kepada Allah. Harta bisa mengantarkan kepada ketaqwaan jika dihasilkan dari jalan yang halal dan diinfaqkan pada yang halal. Begitu pula profesi-profesi yang lainnya hendaknya dijadikan sebagai fasilitas untuk mencapai ketakwaan dan keridhaan Allah subhaanahu wata’ala.
Sebagian manusia demi untuk mencari kemulian, ada yang mengaku sebagai keturunan nabi shallallahu ‘alahi wa sallam. Dan yang lebih mengkhatirkan lagi adalah apabila pengakuan tersebut menjadi legilitimasi untuk melakukan bid’ah dan kesesatan dalam agama. Sekalipun seseorang tersebut benar-benar dari keturunan Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam, selama dia tidak benar-benar mengikuti Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam. Hubungan keturunan tidaklah bernilai disisi Allah.
Hal ini disampaikan oleh nabi dalam sabda beliau,

((ومن بطأ به عمله لم يسرع به نسبه)) رواه مسلم.

“Dan orang yang dilambatkan amalnya, tidak bisa dipercepat oleh hubungan keturunnya”.

Beliau katakan kepada kedua paman dan putri beliau sendiri bahwa beliau tidak bisa memjaga mereka dari azab Allah sedikitpun.

قال النبي صلى الله عليه وسلم : يا عباس بن عبدالمطلب لا أغني عنك من الله شيئا يا صفية عمة رسول الله لا أغني عنك من الله شيئا يا فاطمة بنت رسول الله سليني بما شئت لا أغني عنك من الله شيئا . متفق عليه

Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda, “Wahai Abbas bin Abdul Muthalib aku tidak bisa menjagamu dari (adzab) Allah sedikitpun. Wahai Shofiyah bibi Rasulullah aku tidak menjagamu dari (adzab) Allah sedikitpun. Wahai Fathimah binti Rasulullah mintalah harta kepadaku apa saja yang kau mau aku tidak bisa menjagamu dari (adzab) Allah sedikitpun”. (HR. Bukhari dan Muslim).

Oleh sebab itu, bila seseorang benar-benar dari keturunan Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam jangan bergantung kepada hubungan keturunan semata. Tapi hubungan keturunan akan menjadikan lebih mulia bila diiringi dengan amal shalih. Maka keluarga Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam dicintai melebihi dari yang lainnya bukan karena hubungan keturunan semata. Namun jika keluarga Nabi tersebut adalah seorang mukmin yang shaleh maka wajib kita cintai melebihi dari yang lainnya karena dua hal; karena ketaqwaanya dan karena hubungan keturunannya dengan Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam. Jadi tidak benar kalau ada sebagian orang menilai bahwa Ahlus Sunnah tidak mencintai keluarga Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam. Mencintai mereka bukanlah berarti memberikan kedudukan kepada mereka melebihi dari hak yang diberikan Allah kepada mereka. Seperti mengkultuskan mereka dan menganggap mereka maksum dari kesalahan.

Kedelapan: Mencela keturunan orang lain.

Diantara kebiasaan orang-orang jahiliyah lagi suka mencela keturunan orang lain. Barang kali ini akibat dari saling berbangga dengan keturunan. Sehingga untuk membela bahwa keturunnya lebih mulia ia mencela keturunan orang lain. seprti mengingkari keturunan seseorang, atau mengingkari orang yang mengaku sebagai keturunan suku tertentu. Atau menebarkan aib dan kejelekan keturnan seseorang atau suku tertentu. Hal ini semua adalah kebudayaan jahiliyah yang mesti dihindari oleh seorang muslim.
Dimasa sekarang sering terjadi seorang orang tua mengingkari anaknya, maka ini termasuk kedalam larangan hadits ini. Sebaliknya Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam juga melarang untuk mengaku sebagai keturunan dari suku tertentu pada hal ia bukan dari mereka. Seperti orang yang mengaku dari keturunan Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam pada hal ia bukan dari keturunan Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam.
Sebagaimana sabda beliau,

إن من أعظم الفرى أن يدعي الرجل إلى غير أبيه أو يري عينه ما لم تره أو يقول على رسول الله صلى الله عليه وسلم ما لم يقل. رواه البخاري

“Sesungguhnya kebohongan yang amat besar di sisi Allah adalah sesorang yang mengaku kepada selain bapaknya. Atau mengaku matanya melihat apa yang tidak ia lihat. Atau mengatakan terhadap Rasulullah sesuatu yang tidak beliau katakan”. (HR. Bukhari)
Dalam riwayat lain beliau bersabda,

(( من ادعى إلى غير أبيه وهو يعلم أنه غير أبيه فالجنة عليه حرام )) متفق عليه

“Barangsiapa yang mengaku kepada selain bapaknya sedangkan ia tau bahwa dia bukan bapaknya, maka diharamkan surga baginya”. (HR. Bukhari dan Muslim)

Kesembilan: Niyahah yaitu meratapi mayat.

Diantara kebudayaan jahiliyah yang lain adalah meratapi mayat. Hal ini diharamkan dalam Islam karena seolah-olah ia menentang keputusan dan ketetapan Allah. Dimasa jahiliyah jika salah seorang dari anggota keluarga mereka meninggal dunia mereka ratapi dengan memukul-mukul muka dan merobek-robek pakaian. Bahkan ada pula yang mengurung diri dirumahnya dan senantiasa berpakaian kumuh sampai akhir hayatnya.
Oleh sebab itu datang ancaman bagi orang yang meratapi mayat di akhir hadits tersebut,

((وقال النائة إذا لم تتب قبل موتها تقام يوم القيامة وعليها سربال من قطران ودرع من جرب)) رواه مسلم

Dan Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda, “Wanita yang meratapi mayat bila tidak bertobat sebelum meninggal, ia dibangkitkan pada hari kiamat memakai baju dari timah panas dan mantel dari aspal panas”. (HR. Muslim)

Dalam hadits lain disebutkan,

عن عبد الله رضي الله عنه قال: قال النبي صلى الله عليه و سلم (( ليس منا من لطم الخدود وشق الجيوب ودعا بدعوى الجاهلية)) متفق عليه

Dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhuma ia berkata, “Telah bersabda Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam, ‘Tidak termasuk golongan kami siapa yang memukul-mukul muka dan merobek-robek baju serta menyeru dengan seruan jahiliyah.’” (HR. Bukhari dan Muslim)

Kebiasaan ini masih di tiru oleh sebagian kecil umat ini. Dan yang lebih sesat lagi adalah menjadikan hal tersebut sebagai ibadah yang dapat mendekatkan diri pada Allah. Sebagaimana yang dilakukan oleh orang syi’ah rafidhah pada setiap tahun pada tanggal sepuluh Muharam di Padang Karbala. Ini jelas-jelas suatu penentang nyata kepada ajaran Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam.

Ditengah pesatnya kemajuan tegnologi dan informasi sebagian manusia menilai bahwa kemajuan itu dicapai dengan mengabaikan norma-norma agama. Dan ada pula yang beranggapan bahwa agama menjadi penghambat kemajuan, apalagi menjalankan ajaran agama dengan konsekwen dan istiqamah. Kebutuhan ekonomi harus menjadi prioritas utama untuk mencapai kesejahteraan dan kemakmuran. Demi untuk mengeruk income yang besar dari pariwisata kita harus menghidupkan kembali kebiasaan-kebiasaan kuno kita. Serta sekaligus melestarikan segala budaya-budaya kuno, kebiasaan suku asmat yang tidak berpakaian harus dilestariakan, perayaan pemberian sesajian kegunung dan kelaut serta ketempat-tempat yang dianggap angker atau sakti harus senantiasa dilakukan.

Bukankah ini suatu keteledoran dalam berpikir dan beragama, secara akal tindakan ini adalah bertentangan dengan mitos kehidupan bahwa hidup ini arus maju dalam segala segi. Begitu pula ditinjau dari sudut pandang agama tindakan ini sangat bertentangan dengan tugas Rasul shallallahu ‘alahi wa sallam, karena beliau diutus untuk memerangi segala kejahiliyahan. Gerakan seperti akan merobohkan pondasi tauhid dan tiang-tiang agama, maka dari itu mari kita waspada dan siaga dalam menjaga iman kita. Jangan tertipu dengan berbagai slogan-slogan yang menggiurkan sekaligus menyesatkan. Wallahu A’lam, Washalallahu ‘Ala Nabiyina Muhammad wa “ala alihi washahbihi ajma’iin.


Penulis : DR. Ali Musri Semjan Putra, M.A.
Artikel www.dzikra.com

Leave a Reply

Your email address will not be published.