Titian Ilmu (Bagian 4)

Langkah-langkah yang harus ditapaki dalam menuntut ilmu:

Berikut ini ingin kita bicarakan perbekalan yang harus dimiliki dalam perjalanan menuntut ilmu, karena tampa perbekalan mustahil perjalanan bisa dilakukan, sesungguhnya perahu tak pernah berlayar diatas daratan kering.

Pertama : Ikhlas dalam menuntut ilmu
Modal dasar yang harus kita miliki dalam setiap amalan kita adalah ikhlas kepada Allah, apalagi dalam tugas yang mulia ini yaitu menuntut ilmu syar’i, banyak kita lihat sebahagian orang sudah menghabiskan waktunya untuk mencari ilmu namun ilmu tersebut tidak membawa bekas dalam kehidupannya, ilmu hanya sebatas onggokan yang membeku tampa bisa di manfaatkan, atau lebih tepat lagi disebut ilmu hanya sebatas tsaqofah belaka, atau sebagai pengasah otak belaka, hal ini sangat dipengaruhi oleh niat dan tujuan seseorang tadi dalam menuntut ilmu, sebagian orang hanya untuk mencapai gelar dan kehormatan saja, atau untuk mencari ketenaran dikalangan para intelek, atau demi untuk berbangga ditengah-tengah orang awam, dan lain-lain sebagainya.

Banyak sekali ayat-ayat maupun hadits-hadits yang mewajibkan kita untuk ikhlas kepada Allah dalam melakukan segala bentuk ibadah, sebaliknya banyak pula ayat dan hadits yang memberikan ancaman kepada orang yang tidak ikhlas dalam amalannya.

Diriwayakan oleh Abu HurairaHR.adhiallahu ‘anhu dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang manusia yang pertama sekali dihitung amalan mereka,  yaitu tiga jenis: diantara mereka adalah orang yang menuntut ilmu,

((أول من تسعر بهم النار ثلاثة؛ أحدهم رجل تعلم العلم وعلمه وقرأ القرآن فأتي به فعرفه نعمه فعرفها قال فما عملت فيها قال تعلمت العلم وعلمته وقرأت فيك القرآن قال كذبت ولكنك تعلمت العلم ليقال عالم وقرأت القرآن ليقال هو قارئ فقد قيل ثم أمر به فسحب  على وجهه حتى ألقي في النار))

“Orang yang pertama sekali dinyalakan api neraka dengan mereka ada tiga: salah satu diantara mereka adalah seorang yang menuntut ilmu dan membaca Al Quran, maka ia dipanggil dan diperkenalkan kepadanya tentang nikmat Allah, maka iapun mengakuinya, lalu Allah bertanya kepadanya: apa yang ia lakukan terhadap nikmat tersebut?, ia menjawab: aku pergunakan untuk menuntut ilmu dan mengajarkannya serta untuk membaca Al Quran pada Mu, Allah menimpali jawaabnya: kamu telah berdusta, tetapi engkau menuntut ilmu supaya mendapat (sanjungan) supaya dikatakan sebagai seorang alim, dan engkau membaca Al Quran supaya dikatakan orang sebagai seorang Qari’, sungguh telah terbukti demikian, kemudian ia diusung diatas mukanya sampai ia dilemparkan kedalam neraka.” (HR. Muslim no: 1905).

Ilmu bisa membuat seseorang mencapai tingkat yang mulia disisi Allah di dunia maupun di akhirat kelak, bila dibarengi dengan niat yang ikhlas, tapi sebaliknya bisa membawa malapetaka dan kesensaraan di akhirat kelak, bila kehilangan sifat ikhlas dalam menuntut, mengamalkan dan menyebarkannya.

Dalam hadits yang lain disebutkan.

((من تعلم علما مما يبتغي به وجه الله عز وجل لا يتعلمه إلا ليصيب به عرضاً من الدنيا لم يجد عرف الجنة يوم القيامة يعني ريحها))

“Barangsiapa yang mempelajari ilmu, dari ilmu mencari wajah Allah, tidaklah ia mempelajarinya kecuali untuk mencari tujuaan duniawi, ia tidak akan mencium bau surga pada hari kiamat, yaitu harumnya surga.” (HR. Abu Daud no: 3664).

Konteks hadits ini menjelaskan kepada kita balasan bagi orang yang menuntut ilmu demi mengejar kesenangan duniawi semata, betapa kecewanya seseorang seketika ia melihat orang-orang yang seiring dengannya dalam menuntut ilmu mereka di payungi menuju surga, namun dirinya yang telah tertipu oleh gemerlapnya dunia digiring menuju nereka.

Terdapat lagi dalam sebuah hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berbunyi:

((من طلب العلم ليمارى به السفهاء أو ليباهي به العلماء أو ليصرف وجوه الناس إليه فهو في النار)).

“Barang siapa yang menuntut ilmu untuk mendebat orang-orang awam, atau untuk berbangga dihadapan para ulama, atau untuk mendapat ketenaran dihadapan manusia maka (tempatnya) di neraka.” (HR. Ibnu Majah no: 253).

Hadits yang satu ini merinci beberapa bentuk ketidak ikhlasan dalam menuntut ilmu berikut balasan bagi orang melakukannya, ketidak ikhlasan bisa berbentuk: pertama untuk memperbodohi orang-orang awam, seperti halnya sebahagian ulama sufi, mereka memperbodohi dan mempemainkan orang-orang awam demi untuk mengeruk keuntungan duniawi, dengan berbagai dalih yang licik dan busuk, bisa dengan dalih kewalian, keberkahan, atau tawasul, syafaat dan sebagainya.

Kedua: untuk berbangga dihadapan para intelek dan ulama,  banyak kita saksikan dikalangan cedekia, untuk mecapai tingkat intelek harus melakukan hal-hal yang bersifat kekufuran, atau merobah hukum-hukum yang sudah falit dan solit dalam Islam, seperti masalah jender, hijab, tolerasi atar agama, dan banyak lagi yang lainnya.

Ketiga: untuk mengejar kepopuleran dan ketenaran dihadapan manusia, barang kali bentuk ketiga ini tidak jauh beda dengan bentuk kedua, untuk mencapai kepopuleran bisa dengan mengemukan pendapat yang nyeleneh, bisa pula dengan gaya dan penampilan yang menarik perhatian orang lain, seperti gaya dalam berzikir, berpakaian serta metode-metode dalam berdakwah yang menyimpang dari petunjuk ajaran Islam yang disampaikan oleHR.asulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Kedua : Memiliki sifat sabar
Memupuk kesabaran dalam menghadapi berbagai aral yang melintang ditengah-tengah jalan menuntut ilmu penting sekali untuk kita miliki dalam menapaki tujuan mulia ini, rintangan yang akan kita hadapi sesuai dengan tujuan yang hendak kita capai, bila tujuan kita besar rintangannya pun besar.

Sifat sabar adalah modal dasar dalam menuntut ilmu, begitu juga dalam hal mengmalkan ilmu dan mengajarkannya, oleh sebab itu syekh Muhamad bin Abulwahab dalam kitab beliau ushul ats tsalatsah mengutib perkataan imam Syfi’ie tentang keutamaan kandungan surat Al ‘Ashr, setelah beliau menyebutkan empat tingkatan dalam berilmu: pertama: mempelajari Ilmu, kedua: mengamalkannya, ketiga mendakwakannya, keempat: bersabar dalam setiap tiga tingkatan yang telah disebutkan sebelumnya.

Kemudian beliau menyebukan surat Al ‘ashr sebagai landasnnya:

وَالْعَصْرِ {1} إِنَّ الْإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ {2} إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ {3}

“Demi masa, sesungguhnya manusia itu berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal sholeh, dan saling berwasiat dengan kebenaran dan kesabaran.”

Dalam ayat yang mulia ini Allah menyebutkan bahwa umat manusia itu berada dalam kerugian dalam setiap masa, kecuali orang yang mengisi masanya dengan: iman, amal sholeh, dan menyebarkan kebenaran dan kesabaran.

Maka manusia yang beruntung adalah orang yang mengisi aktivitasnya dengan hal-hal yang disebutkan dalam ayat ini, sedangkan aktifitas-aktivitas tersebut tidak akan bisa kita lakukan kecuali dengan ilmu, baik dalam memperoleh keimanan perlu dengan ilmu, melakukan amal sholeh perlu dengan ilmu, merealisasikankan kebenaran pun perlu dengan ilmu, bagaimana seseorang akan bisa menyuarakan kebenaran kalau ia tau tentang kebenaran, kebenran yang mutlak hanya ada dalam Islam, kalau seseorang telah beriman maka ia dituntut untuk sabar dalam keimanannya, baik dalam hal memupuk keimanan itu sendiri maupun dalam hal mempertahankannya dari berbagai godaan dan cobaan, begitu pula dalam melakukan amal sholeh perlu kesabaran, apalagi dalam hal menyampaikan kebenaran yang lebih dikenal dengan amar ma’ruf – nahi mungkar, kesabaran adalah salah pondasi untuk tegaknya kebenaran, kesabaran dalam artian yang luas sabar dalam menghadapi segala cobaan dan rintangan, serta sabar dalam menunggu hasil dari sebuah perjuangan, begitu pula cobaan dan rintangan juga dalam kontek artian yang luas, cobaan dan rintangan bukanlah dalam bentuk yang pahit dan menyakitkan saja tetapi juga dalam bentuk yang mengiurkan dan menyenangkan, boleh jadi berbentuk harta, wanita atau jabatan serta kehormatan lainnya.

Begitu juga cobaan dan rintangan itu tidak selalu datang pada waktu tertentu bisa diawal perjalanan dan boleh jadi dipertengahan atau di penghujung perjuangan, awal perjuangan adalah menuntut ilmu .

Menuntut ilmu perlu kesabaran, karena beratnya tugas yang harus diemban mulai dari cuaca, makanan dan kondisi yang asing dari kondisi yang biasa kita dapatkan di tanah air, begitu pula materi pelajaran yang harus kita hadapi menuntut keseriusan dan kesungguhan yang super prima, oleh sebab kesabaran sangat dituntut dalam menuntut ilmu, sekalipun terdapat dalamnya kesulitan tetapi sekaligus didalamnya terdapat kelezatan dan kesenangan, ilmu tidak akan pernah didapatkan kecuali setelah melalui titian yang penuh cobaan dan rintangan, barang siapa yang tidak sabar dalam menghadapi kehinaan sekejab dalam ilmu, ia akan meneguk gelas kebodohan selamanya, amal dan ilmu tidak bisa dicapai tampa kesabaran.

Allah telah memuji hambanya yang bersabar dalam agamanya:

{وَقَالَ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ وَيْلَكُمْ ثَوَابُ اللَّهِ خَيْرٌ لِّمَنْ آمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا وَلَا يُلَقَّاهَا إِلَّا الصَّابِرُونَ} (القصص : 80)

“Dan berkatalah orang-orang yang dianugerahi ilmu: celakalah kalian, pahala Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh, dan tidak akan memperolehnya kecuali orang-orang yang sabar.”

Allah telah menjanjikan bagi orang-orang yang sabar balasan yang tidak terhingga, sebagaimana dalam firmanNya yang mulia:

{ إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُم بِغَيْرِ حِسَابٍ} (الزمر : 10)

“Sesungguhnya orang-prang yang bersabar mendapatkan pahala mereka tampa batas (yang tak terhingga).  

Ketiga : Mengikuti jejak salafus sholeh dalam menuntut ilmu
Berpegang teguh dengan pemahaman salafus sholeh adalah tembok yang membatasi antara kita dengan ahlul bid’ah atau dari berbagai kelompok-kelompok yang melenceng dari sunnah.

Yang dimaksud dengan Salaf adalah mereka generasi terkemuka dari umat ini mulai dari para sahabat, para tabi’iin dan para tabi’ tabi’iin yaitu mereka yang hidup pada masa tiga generasi utama dari umat ini.

Sebagaimana yang disebutkan dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Sebaik-baik manusia adalah masa generasiku kemudian orang-orang setelah mereka, kemudian orang-orang setelah mereka lagi.” (H.R Bukhari dan Muslim).

Kemudian penamaan salaf diberikan kepada setiap orang yang berpegang teguh dengan petunjuk dan pemahaman mereka, dengan ungkapan yang lebih dikenal “salafy.”

Banyak dalil dari Al Quran dan sunnah serta Atsar dari para sahabat dan para ulama yang menunjukan tentang keutamaan ilmu salaf, oleh sebab itu kita disuruh untuk menapaki jejak mereka, dan berusaha untuk menuntut ilmu yang mereka peroleh, kemudian mengamalkanya dalam kehidupan kita, selanjutnya kita dituntut untuk menyebarkan ilmu salaf tersebut.

Diantaranya firman Allah dalam At Taubah ayat:100 yang berbunyi:

{وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَداً ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ} (التوبة:100)

“Dan orang-orang yang terdahulu lagi pertama-tama (masuk Islam) dari kaum Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka denga baik, Allah telah meredhai mereka, merekapun rehda kepada Allah, dan Allah telah menyediakan untuk mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya, itulah kemenangan yang amat besar.”

Allah telah menjanjikan pahala yang amat besar, balasan yang amat agung bagi siapa yang mengikuti jalan mereka dan berpegang teguh dengan mahaj mereka dalam berilmu dan beramal, semoga Allah menjadikan kita diantara mereka tersebut.

Dalam surat Annisaa ayat: 115 Allah berfirman lagi:

{وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيراً} (النساء:115)

“Dan barangsiapa yang menentang Rasul setelah jelasnya kebenaran baginya, dan mengikuti jalan selain jalan orang-orang yang beriman, kami palingkan ia kemana ia hendak berpaling, dan kami masukan ia kedalam nereka jahannam, dan jahannam itu adalah sejelek-jelek tempat kembali.”

Dalam ayat yang berlalu berbicara tentang kabar gembira bagi siapa yang berpegang teguh dengan petunjuk dan manhaj mereka, adapun dalam ayat ini berbicara tentang ancaman bagi siapa yang menyalahi jalan mereka, kita berselidung dengan Allah dari hal yang demikian.

Adapun hadits-hadit yang menunjukan tentang wajibnya berpegang dengan pemahaman salafus sholeh dalam berilmu dan beramal amat banyak sekali diantaranya Hadits yang telah berlalu kita sebutkan, hadits iftiroqil ummah, hadits huzaifah yang mashur sekali, yang didalamnya terdapat perintah untuk selalu berpegang denga sunnah mereka.

Berikut ini kita akan sebutkan pula beberapa Atsar dari sahabat dan ulama-ulama terkemuka dari umat ini.

Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu bahwa ia berkata: “Senantiasa manusia dalam kebaikan selama masih datang kepada mereka ilmu dari sahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan dari generasi tertua mereka, apabila datang kepada mereka ilmu dari generasi terkebelakanng dan beragamnya hawa nafsu mereka, itulah saatnya kebinasaan mereka.” (Ibnu Mubarak ,Az Zuhud, Hal: 281, no: 815).

Dalam riwayat lain Ibnu Mas’ud ra berkata: “Barang siapa yang ingin untuk mengikuti sunnah hendaklah ia mengikuti sunnah orang-orang yang telah mati (para sahabat), sesungguhnya orang hidup tidak aman dari fitnah, mereka itu adalah para sahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam,  orang yang paling baik hatinya diantara umat ini, yang paling dalam ilmunya, yang paling sedikit dalam berlebih-lebihan, kaum yang telah dipilih Allah untuk menjadi sahabat nabiNya, sebagai penegak agamaNya, maka hendaklah kalian mengenali hak mereka, dan berpegang teguhlah dengan tuntunan mereka, mereka telah berada diatas petunjuk yang lurus.” (Ibnu Abdil bar, jamik bayanil ilmi: 2/97).

Umar bin Abdul Aziz pun berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para pemimpin setelah beliau telah menetukan jalan-jalan (yang hendak ditempuh), mentelapakinya adalah merupakan ketundukan kepada kitab Allah, dan kesenpurnaan dalam keta’atan kepada Allah, kekuatan dalam menegakkan agama Allah, tidak seorangpun berhak merubahnya, dan tidak pula menukarnya, dan memandang kepada sesuatu yang menyalahinya, barangsiapa yang menjadikannya petunjuk sesungguhnya ia adalah orang yang diberi petunjuk, barang siapa yang mencari kemenangan dengannya maka ia adalah orang yang menang, dan barangsiapa yang meninggalkannya dan berpaling dari mengikuti jalan orang-orang yang beriman, Allah akan memalingkannya kemana ia berpaling, dan akan memasukannya kedalam neraka jahannam, dan neraka jahannam itu adalah sejelek-jelek tempat kembali.”

Berkata ibnu Rajab: “Maka ilmu yang paling afdhal dalam menafsirkan Al Quran dan makna hadits, berbicara tentang hukum halal dan haram adalah apa yang dinukil dari sahabat, tabi’iin dan tabi’ tabi’iin sampai kepada ulama-ulama Islam yang sudah masyhur sebagai tempat panutan umat.”

Mengumpulkan apa yang diriwayatkan dari mereka dalam hal demikian adalah ilmu yang paling afdhal bersertaan dengan memahaminya, memikirkannya, mendalaminya.

Apa yang terjadi setelah mereka dari peluasan ilmu tidak membawa kebaikan dalam kebanyakannya kecuali bila merupakan syarahan terhadap perkataan mereka.

Adapun apa yang menyalahi pendapat mereka, kebanyakanya tidak lepas dari kebathilan dan tidak membawa manfaat.

Dalam perkataan mereka sudah cukup bahkan lebih, maka tiada dalam ungkapan orang-orang yang setelah mereka dari kebenaran kecuali dalam ungkapan mereka sudah terkandung hal itu dengan perkataan yang ringkas dan padat.

Dan tidak didapati dalam ungkapan orang setelah mereka dari kebatilan kecuali dalam perkataan mereka sudah ada yang menerangkan tentang kebatilannya bagisiapa yang memahaminya dan merenungkannya.

Dalam perkataan mereka tersimpan makna yang dalam, pandangan yang tajam, apa yang tidak didapati pada orang-orang setelah mereka.

Barangsiapa yang tidak perduli dengan perkataan mereka, maka ia telah kehilangan segala kebaikan bersamaan dengan itu ia terjerumus kedalam kebatilan, karena mengikuti orang-orang yang setelah mereka. (Fadhlu ilmu salaf: 42).

=Bersambung insya Allah=

Penulis: Ustaz DR. Ali Musri Semjan Putra, M.A.
Artikel www.dzikra.com

One thought on “Titian Ilmu (Bagian 4)

Leave a Reply

Your email address will not be published.